Memiliki Jerawat di Wajah, Tanda Normal?


A
pa itu jerawat?
Pasti sudah tidak asing mendengar kata jerawat, mungkin kalian pernah memiliki pengalaman langsung mengenai jerawat. Jerawat atau acne merupakan salah satu penyakit kulit yang selalu mendapat perhatian bagi para remaja dan dewasa muda (Yuindartanto, 2009). Timbulnya jerawat bagi sebagian orang dapat menimbulkan stress atau bahkan tidak percaya diri, menurut (Irawan, 2010) adanya jerawat dapat membuat seseorang merasa kurang percaya diri.
          Data mengenai penderita jerawat di Indonesia berkisar 80 – 85% pada remaja dengan usia 15 – 18 tahun, 12% pada wanita usia > 25 tahun dan 3% ada usia 35– 44 tahun. Selain pada perempuan, tak dipungkiri bahwa laki-laki juga mengalami jerawat, di Indonesia sekitar 95-100% laki-laki usia 16-17 tahun menderita jerawat dan pada laki-laki dewasa 3% (Resti, 2015). Memiliki kulit yang cantik, bersih, dan mulus merupakan harapan dari setiap orang, tapi kenyataannya tidak sedikit orang-orang mengalami masalah kulit, salah satunya adalah jerawat.
          Berdasarkan survey kecil yang dilakukan penulis di salah satu media sosial, pada 50 orang sebanyak 48 orang menjawab pernah mengalami jerawat dan sebanyak 2 orang menjawab tidak pernah mengalami jerawat. Sebagian dari orang-orang yang menjawab pernah mengalami jerawat, mereka menceritakan pengalaman saat mengalami jerawat merupakan hal yang tidak menyenangkan, ada perasaan tidak percaya diri saat mereka mengalami jerawat tersebut. Selanjutnya setelah ditanya lebih jauh, mereka merasa jerawat yang muncul terjadi karena hormon ketika sedang mestruasi atau hamil, kebiasaan tidak membersihkan wajah dengan alasan malas, salah menggunakan produk wajah atau salah mengkonsumsi makanan tertentu, dan terakhir saat mereka merasa sedang banyak hal yang dipikirkan atau mereka sebut stress.



“jerawat mu parah sekali”
“salah fokus sama jerawat”
“sejak kapan kamu memiliki jerawat”
“jerawat…”
          Apakah kalian pernah mengalami komentar seperti di atas ketika sedang mengalami jerawat, komentar tersebut tidak hanya datang dari teman bahkan keluarga atau pasangan, sebenarnya apa yang membuat jerawat dapat terjadi?

M
elihat jerawat dari sudut pandang biopsikososial
Konsep biopsikososial dikembangkan di Universitas Rochester oleh George L Engel dan John Romano tahun 1977. Biopsikososial adalah metode dengan interaksi biologi, psikologi dan faktor sosial untuk mengobati penyakit atau meningkatkan kesehatan yang lebih baik. Konsep biopsikososial dalam pendekatan suatu penyakit dapat memberikan suatu gambaran yang menyeluruh tentang munculnya suatu kondisi sakit yang dihubungkan dengan faktor individu, lingkungan dan psikologi yang terkait di dalamnya (Hatala, 2012).
          Berdasarkan kasus jerawat, secara biologis jerawat berkaitan dengan bakteri, masalah pada kulit yang disebabkan oleh bakteri memicu terjadinya inveksi kulit, ekzema (kulit kering atau gatal), dermatitis (radang kulit), tinea, folikulitis, impetigo dan jerawat (Irawati, 2013). Selain bakteri, aspek biologis lain yaitu hormon, pada penderita jerawat memiliki kadar androgen serum dan kadar sebum lebih tinggi dibandingkan dengan orang normal, meskipun kadar androgen serum penderita jerawat masih dalam batas normal (Movita, 2013).
          Jerawat secara psikologis dipengaruhi secara tidak langsung oleh stress pada individu yang mengalami berjerawat, stres psikologis dapat memperburuk keadaan saat berjerawat (Yosipovitch, 2007).  Pada penelitian yang dilakukan oleh (Nitya, 2010) pada mahasiswa kedokteran di Sumatera Utara disebutkan bahwa terdapat hubungan stres dengan angka terjadinya jerawat. Selain itu, menurut (Al-Shidhani, 2015) jerawat akan semakin parah ketika individu memiliki persepsi terhadap dirinya sendiri, merasa bahwa jerawat dapat membuat dirinya tidak menarik, tidak percaya diri, bahkan tidak puas dengan penampilan dirinya.
          Aspek sosial pada penderita jerawat dapat dipicu oleh lingkungan yang tidak baik, seperti terpapar langsung oleh debu dan polusi. Lingkungan yang kotor dan kumuh juga dapat memicu timbulnya jerawat (Tjekyan, 2009). Ketiga faktor tersebut akan saling berhubungan dan mempengaruhi dalam terjadinya gangguan kesehatan seseorang.

C
erita CS penderita jerawat
CS atau bukan nama sebenarnya adalah mahasiswi semester akhir di salah satu perguruan tinggi di Jakarta yang sedang disibukkan dengan tugas akhir semester. Setelah dihubungi, akhirnya CS mau menceritakan mengenai pengalaman berjerawat yang ia alami. CS mengatakan sebelumnya ia memang rutin mengalami jerawat ketika sedang menstruasi, namun bukan jerawat yang besar dan setelah menstruasi jerawat tersebut akan hilang dengan sendirinya. Selanjutnya setelah masuk pada awal perkuliahan, CS merasa dirinya mengalami jerawat tidak hanya saat sedang menstruasi, namun sepanjang semester satu dan dua dirinya sering mengalami jerawat yang menurutnya tidak seperti jerawat saat menstruasi.
          CS mengatakan saat kuliah dirinya memang sering terkena polusi udara, saat sekolah dulu ia selalu diantar jemput dan menggunakan masker saat berkendara. Sedangkan ketika memasuki awal kuliah, di universitas CS dilarang menggunakan kendaraan pribadi, dan CS memilih untuk menggunakan kendaraan umum seperti kereta, namun ketika diperjalanan CS hampir tidak pernah menggunakan masker untuk menutup wajahnya dari polusi. Terakhir CS merasa jerawat yang timbul justru semakin parah ketika ia mulai sibuk dengan urusan perkuliahan, ia mengatakan sempat sulit beradaptasi pada tugas-tugas yang diberikan dosen karena jauh berbeda saat dirinya masih duduk di bangku sekolah.

Conclusion
          Ketahuilah bahwa mengalami jerawat merupakan hal yang wajar, karena hampir sebagian orang pernah mengalami masalah kulit yang satu itu. Bahkan untuk ukuran artis secantik Tatjana Saphira pernah mengalami jerawat dan dirinya mengatakan hal tersebut merupakan hal yang normal, meskipun pada awalnya ia sempat merasa tidak percaya diri pada bekas jerawat yang ada pada wajahnya, saat ini Tatjana mencoba untuk melatih dirinya untuk menerima dan mencintai dirinya sendiri.
          Selain itu aspek biologis, psikologis dan sosial yang mempengaruhi timbulnya jerawat tersebut perlu diperhatikan. Contoh ketika sedang menstruasi, jangan memperburuk keadaan jerawat dengan faktor psikologis seperti stress dan faktor lingkungan seperti polusi. Penyebab jerawat karena bakteri dapat diatasi dengan beberapa jenis antibiotik yang digunakan yaitu eritromisin, klindamisin, doksisiklin, dan minocycline. Selanjutnya, jika jerawat diakibatkan oleh stress, pembaca bisa memulai dengan mengurangi dan menetralkan pikiran, melakukan hal yang membuat diri merasa senang seperti me time atau menghabiskan waktu untuk diri sendiri. Aspek lingkungan seperti polusi udara yang kotor dapat dicegah dengan menggunakan masker, atau setidaknya setelah terpapar polusi dapat membersihkan wajah saat sebelum tidur.

DAFTAR PUSTAKA

Albery, I. P. (2011). Psikologi Kesehatan, Panduan Lengkap dan Komprehensif Bagi Studi Psikologi Kesehatan. Jakarta: Mitra Setia.
Al-Shidhani, A. A.-R.-H. (2015). Impact of Acne on Quality of Life of Students at Sultan Qaboos University. Oman medical Journal.
Hatala, A. (2012). The Status of the "Biopsychosocial" Model in Health Psychology: Towards an Integrated Approach and a Critique of Cultural Conceptions. Open Journal of Medical Psychology.
Irawan, D. (2010). Hubungan Antara Pengetahuan dan Sikap Tentang Perubahan Fisik pada Masa Pubertas dengan Gambaran diri Remaja Putra di SLTP Negeri 29 Semarang. Universitas Muhammadiyah Semarang.
Irawati, L. &. (2013). engaruh Komposisi Masker Kulit Buah Manggis (Garcinia Mangostana L) Dan Pati Bengkuang Terhadap Hasil Penyembuhan Jerawat Pada Kulit Wajah Berminyak. Jurnal Tata Rias.
Movita, T. (2013). Acne Vulgaris. Continuing Medical Education.
Nitya, P. (2010). Perbedaan Stres dan Kebersihan pada Kejadian Akne Vulgaris i Kalangan Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara [skripsi]. Universitas Sumatera Utara.
Notoatmodjo, S. (2005). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta Nursalam.
Physician, A. F. (2004). Acne. USA: American Family Physician.
Resti, R. H. (2015). Treatment for Acne vulgaris. J. Majority.
Tjekyan, R. S. (2009). Kejadian dan Faktor Resiko Akne. Media Medika Indonesiana.
Yosipovitch, G. T. (2007). Study of psychological stress, sebum production and acne vulgaris in adolescents. Acta dermato-venereological.
Yuindartanto, A. (2009). Acne Vulgaris. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.


Komentar

  1. Makasih informasinyaaa,😇

    BalasHapus
  2. Makasih infonya sangat bermanfaat untuk perempuan yang mengalami.

    BalasHapus
  3. Keren!!!!1 hanya ada beberapa hal yang perlu diperbaiki sedikit, mengenai pembahasan kurang tajam dan masih normatif, belum mencoba lebih detil dan mendalam ketika menganalisisnya. Pada kesimpulan juga perlu diperbaiki dengan mengarahkan pembaca dengan review-review kecil yang diulang dan baru diambil solusi yang dipecahkan atau saran yang diajukan. Sukses ya Syifa

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

HUMAN RESOURCE MANAGEMENT

Psychological Capital

Analisa Kasus Menggunakan Teori Human Resource Management (HRM)